Senin, 29 Desember 2014

Hidupku sebebas ini namun justru membebani. Memang kenapa kalau aku menganggur? Mana yang terpenting, aku bahagia menikmati hidup atau terkurung di belakang meja kerja demi disebut normal karena bekerja setelah kuliah?

Kalau nanti prosesku berakhir indah. Jangan sedih jika aku tak tergapai lagi oleh tanganmu.

Kamis, 18 Desember 2014


Eksotisme tanah Hindustan sudah saya ketahui jauh-jauh hari sebelum terbang ke Delhi. Saat mengurus Visa di Kedutaan Besar India di Jakarta, saya mendapat beberapa majalah pariwisata India, dan most visit places di beberapa provinsi yang berbeda. India memang kaya dengan tempat wisata yang tersebar dari utara dan selatan. Ide berkunjung ke Manali (Himachal Pradesh) muncul ketika kawan-kawan mahasiswa di Delhi menawarkan untuk pergi ke bagian utara India sekedar melihat rangkaian Pegunungan Himalaya, dan tentu saja, bermain salju. Ide yang sangat menyenangkan, terlebih karena saya dan empat teman saya yang sama-sama baru satu bulan di India memutuskan untuk backpacking jorney.

Saya dan empat teman saya tinggal di provinsi yang berbeda. Kami memutuskan untuk bertemu di Delhi. Tiga teman saya memulai perjalanannya dari Baroda (Gujarat) dan saya bersama salah seorang teman memulai perjalanan dari Jaipur (Rajasthan). Perjalanan dari Jaipur ke Delhi yang seharusnya hanya perlu lima jam harus kami tempuh enam jam karena kondisi jalan penghubung dua kota itu sedang dalam pembangunan. Bus kami berhenti di Bikaneer House, terminal pemberhentian khusus untuk bus dari Rajasthan. Akses bus dari dan ke Jaipur memang terbilang mudah, mengingat Jaipur adalah salah satu kota tujuan wisata di India. Perjalanan berikutnya akan kami mulai pada pukul 20.45 waktu setempat dengan angkutan paling murah untuk perjalanan lima belas jam menuju Manali. Setiap orang membayar Rs 500,00 (setara dengan Rp 112500,00). Awalnya saya shock, bus yang kawan-kawan Indonesia di India sebut sebagai bus kambing itu tampilannya memang tidak meyakinkan. Seperti halnya bus tua, jarak antara bangku kiri dan kanan sangat sempit, lorongnya hanya bisa dilalui orang satu per satu. Tapi saya tidak menyangsikan kebolehannya menjelajah rute panjang Delhi-Manali, anggap saja semakin tua semakin banyak pengalamannya. Bus kami malam itu membawa muatan penuh. Lampu warna kuning yang menerangi bus seolah mewakili kesederhanaan perjalanan lima mahasiswa Indonesia dengan kocek yang juga ‘sederhana’. Ramainya orang bercakap-cakap di dalam bus hanya bertahan beberapa jam, setelah itu suasana berangsur-angsur hening, semua orang tertidur.

Setelah tiga jam perjalanan, kami sampai di Chandigarh (Punjab). Semakin ke utara, udara semakin dingin. Saya pikir, bus tidak akan sering-sering berhenti, tak tahunya malam itu bus berhenti berkali-kali, untuk minum cay (teh susu khas India), driver shift, dan kebutuhan kamar mandi. Pukul dua pagi, bus mulai melewati medan berkelok-kelok, entah di daerah mana. Saya hanya menebak-nebak, bus mungkin sudah masuk provinsi Himachal Pradesh. Di luar sangat gelap dan lampu di dalam bus dimatikan. Saya memilih membungkus kaki saya ke dalam sepatu dan menyimpan tangan saya ke dalam saku jaket, hawa dingin semakin terasa, dan saya mulai mengantuk. Matahari belum terlihat saat saya terbangun pukul lima pagi, tanggal 27 Februari 2011. Kondektur bilang, bus akan sampai Manali pukul dua belas siang. Saya menghela napas, membayangkan harus tetap di dalam bus ini sampai tengah hari nanti. Pagi hari bus kami berhenti di Mandi. Perut saya sudah keroncongan, namun kami sepakat untuk tidak makan dulu sebelum sampai Manali, demi menghemat pengeluaran. Kami sudah mulai melihat puncak-puncak gunung yang diselimuti salju setelah meninggalkan Mandi. Bus kami sekali lagi berhenti di Kulu, dan itu menjadi pemberhentian terakhir sebelum mencapai Manali. Saya sudah tidak sabar, ingin cepat sampai dan makan karena kelaparan berat. Perjalanan semakin menyenangkan karena pemandangan tebing dan Pegunungan Himalaya sangat eksotis. Sepanjang jalan kami melihat sungai berbatu dan pohon-pohon yang masih meranggas karena musim dingin. Satu jam sebelum mencapai Manali, kami melewati terowongan gelap dan panjang yang diterangi lampu-lampu kuning di kiri-kanannya. Akhirnya pukul 12.30 waktu setempat, kami sampai di Manali.

Setelah mengisi perut, kami segera mencari penginapan. Kami hanya ingin menyewa satu kamar untuk lima orang. Beberapa orang menawarkan harga kamar yang cukup miring, namun kami belum mau menyerah, kami ingin mencari harga kamar paling murah yang bisa kami sewa. Akhirnya berkat kesabaran salah satu teman mencari informasi, kami mendapat satu kamar dengan harga sewa setara Rp 28.000,00 per orang untuk empat hari sewa. Kami tidur berdesak-desakan di tempat tidur double bad dengan sembilan selimut yang diberikan pemilik penginapan. Malam itu kami tutup dengan makan malam mie instan setelah gagal menemukan restoran yang buka di malam hari di sekitar tempat kami menginap.
Pagi hari tanggal 28 Februari 2011, langit berawan dan cuaca tidak sedingin yang saya bayangkan. Pemilik penginapan mengatakan, semakin berawan langit, udara justru semakin hangat; dan sebaliknya, ketika langit cerah, udara menjadi sangat dingin. Kami menyewa mobil untuk mencapai play ground di Solang Valley. Dengan menyewa mobil seharga Rs 600,00, saya dan teman-teman dapat mencapai lembah yang berjarak dua kilometer dari penginapan. Setelah menyewa sepatu boots dan baju seharga Rs 150,00 kami siap beraksi di atas salju. Wahana permainan yang tersedia sangat banyak, sebagaimana daerah wisata bersalju kebanyakan. Saya sangat tertarik mencoba paragliding. Dengan membayar Rs 500,00 , saya berkesempatan untuk terbang kurang dari lima menit di atas lembah. Perjalanan mendaki ke start spot sangat melelahkan. Saya yang tidak terbiasa mendaki harus berhenti berkali-kali sebelum akhirnya sampai. Berbeda sekali dengan pilot yang membawa saya terbang. Dengan membawa parasut di punggungnya, dia mendaki sambil berlari dan bilang “Joldi chalo!” kepada saya, yang artinya menyuruh saya berjalan lebih cepat. Wajar saja, saya bisa membayangkan dia belasan kali naik turun bukit sebagai konsekuensi pekerjaannya. Meskipun hanya beberapa saat, pengalaman paragliding di Solang Valley sangat menyenangkan. Saya tidak ingin mencoba wahana lainnya karena uang saya semakin menipis. Berikutnya, saya menghabiskan waktu bersama teman-teman senasib saya membuat boneka salju yang saya dandani mirip rapper, berguling-guling di atas salju, dan mengabadikan momen-momen di Solang Valley bersama teman-teman hebat saya.

Kami memutuskan naik bus kelas bisnis menuju Delhi. Sedikit mangkel ternyata harga tiketnya cuma beda Rs 50,00 dari harga bus kambing. Saya senang karena bisa tidur dengan nyaman, dengan seat yang lebih empuk dan suara mesin yang tidak menderu-deru dengan keras. Tidak disangka, kami berlima malah mabuk perjalanan. Saya bahkan harus minum obat masuk angin dua kali. Perut rasanya diaduk-aduk dan kepala pusing luar biasa. Sopir bus mengendarai busnya dengan ugal-ugalan di jalan berkelok-kelok Manali menjuju Chandigarh. Saya kemudian berpikir, memang lebih baik naik bus jelek yang jalannya mau tidak mau harus pelan-pelan, daripada naik bus yang mesinnya lebih bagus, tapi bikin sopir khilaf mengendarainya dengan keut-kebutan. Hasilnya, perjalanan Manali-Delhi dapat kami tempuh dalam waktu 13 jam. Dua jam lebih singkat dari waktu keberangkatan kami menuju Manali.

Overall, saya benar-benar merasakan pengalaman hebat karena berhasil menjelajah provinsi di wilayah utara India dengan harga sangat murah. Semoga cerita nekad saya dan teman-teman dapat menginspirasi pembaca rubrik for her untuk menjelajah tempat-tempat eksotis suatu hari nanti. Dan terima kasih untuk pelajar-pelajar Indonesia di Delhi yang telah merekomendasikan Manali untuk petualangan saya yang sangat singkat di India.

PS:
Rs 1,00 = Rp 225,00

Diterbitkan di Jawa Pos, Kamis, 5 Mei 2011

Kamis, 04 Desember 2014

I got a bit tension in the beginning of the day.

The wave was a bit high that morning. I was scared if my snorkeling plan would be ruined by the weather. I went out from the place I stayed during there and asked the officer for payment process.

"Sorry Mam, cash only."
"You sure you cannot accept debet or credit card?"
"Sorry. Mam, you can take cash from ATM and come back again." So I was looking for one and only ATM in this island by motorcycle. Some souvenir seller yelled me, "WATCHOUT!" everytime the wave came to the edge of the road. Hahaha, that was fun.

Few minutes later I arrived to the ATM with the sign sticked on the door: We are sorry, ATM machine cannot be used now. Shit! I had no more cash!!!

And I was shock it was one and only ATM in Nusa Lembongan island, which also served Nusa Ceningan Island. That was so much different with Gili Trawangan which has ATM service from more than two banks.

I explained to the officer and he was so dissapointed and said,"They are silly! They prepare these islands for tourism and they provide only one machine. And they don't come to refill the cash on it. They put that machine only for display property!"

He asked me to go to money changer. They had EDC machine, so I paid my cash with debet transaction by that machine. And I got 5% charge for the transaction. Damn! It was my first time bought IDR by using debet card.

I paid him then I went to snorkeling spot. We started snorkeling around 1 pm and it was not best time to start it. First, because it's super hot in the afternoon. Second, the water is getting darker along with the sun ups to the west. Third, it made us in hurry since the boat had to arrive to the port before 3pm. The wave would lessened and it made the boat couldn't reach the beach. Better to start it around 10 in the morning, then you will have plenty of time to enjoy unlimited pleasure of underwater world.

I paid for 125K for 3 spots in the island. Baby, make sure you wear life jacket if it's your first time. I told you that because I got my first experience in Lembongan. Safety first! Anyway, I couldn't describe how was that under the sea. But Nusa Lembongan has super colorful fishes and corals with clear water that makes you feel comfortable when doing it.

I sat in the port before 4.30pm. No longer after that, the boat came. Small boat. The fast boat couldn't reach the beach. We were dropped to the fast boat after reaching hondreds meters from the beach. And I came back to main island, Bali. Couldn't be more happy to see ATM everywhere. :')




Senin, 01 Desember 2014

Bagaimana bisa kau membiarkan penghianatan seperti itu melukaimu, dan kau terlihat begitu tegarnya...? Apa kau benar - benar tidak merasa sakit? Sedikitpun tidak merasakan nyeri? Kau sepertinya mengingkarinya.

Aku mengagumi kesabaranmu. Aku pikir memaafkan orang yang telat satu jam dari jadwal adalah prestasi terbesarku soal bersabar. Lalu kau ini apa namanya bisa memaafkan orang yang [kau harus mengakuinya] melukaimu  dengan gampang? Kau masih merawatnya, menyiapkan obatnya, memilih tidak sakit hati karena kata - katanya, dan lagi - lagi memaafkannya.

Aku katakan padamu, aku tidak akan pernah melupakan alasannya, apa yang membuatnya terbaring kesakitan dan membuat kita hanya memperhatikannya selama ini. Kau memandangiku setelah kalimatku berakhir, lalu berkata: ikhlaslah, dia bapakmu.

Can't go home alone again
Need someone to numb the pain 

You're gone and I gotta stay
High all the time
To -high to-
High all the time
To -high to-
High all the time
To keep you off my mind
[Tove Lo]