Eksotisme tanah
Hindustan sudah saya ketahui jauh-jauh hari sebelum terbang ke Delhi. Saat
mengurus Visa di Kedutaan Besar India di Jakarta, saya mendapat beberapa
majalah pariwisata India, dan most visit
places di beberapa provinsi yang berbeda. India memang kaya dengan tempat
wisata yang tersebar dari utara dan selatan. Ide berkunjung ke Manali (Himachal
Pradesh) muncul ketika kawan-kawan mahasiswa di Delhi menawarkan untuk pergi ke
bagian utara India sekedar melihat rangkaian Pegunungan Himalaya, dan tentu
saja, bermain salju. Ide yang sangat menyenangkan, terlebih karena saya dan
empat teman saya yang sama-sama baru satu bulan di India memutuskan untuk backpacking jorney.
Saya dan empat teman saya
tinggal di provinsi yang berbeda. Kami memutuskan untuk bertemu di Delhi. Tiga
teman saya memulai perjalanannya dari Baroda (Gujarat) dan saya bersama salah
seorang teman memulai perjalanan dari Jaipur (Rajasthan). Perjalanan dari
Jaipur ke Delhi yang seharusnya hanya perlu lima jam harus kami tempuh enam jam
karena kondisi jalan penghubung dua kota itu sedang dalam pembangunan. Bus kami
berhenti di Bikaneer House, terminal
pemberhentian khusus untuk bus dari Rajasthan. Akses bus dari dan ke Jaipur
memang terbilang mudah, mengingat Jaipur adalah salah satu kota tujuan wisata
di India. Perjalanan berikutnya akan kami mulai pada pukul 20.45 waktu setempat
dengan angkutan paling murah untuk perjalanan lima belas jam menuju Manali.
Setiap orang membayar Rs 500,00 (setara dengan Rp 112500,00). Awalnya saya shock, bus yang kawan-kawan Indonesia di
India sebut sebagai bus kambing itu tampilannya memang tidak meyakinkan.
Seperti halnya bus tua, jarak antara bangku kiri dan kanan sangat sempit, lorongnya
hanya bisa dilalui orang satu per satu. Tapi saya tidak menyangsikan
kebolehannya menjelajah rute panjang Delhi-Manali, anggap saja semakin tua
semakin banyak pengalamannya. Bus kami malam itu membawa muatan penuh. Lampu
warna kuning yang menerangi bus seolah mewakili kesederhanaan perjalanan lima
mahasiswa Indonesia dengan kocek yang juga ‘sederhana’. Ramainya orang
bercakap-cakap di dalam bus hanya bertahan beberapa jam, setelah itu suasana
berangsur-angsur hening, semua orang tertidur.
Setelah tiga jam
perjalanan, kami sampai di Chandigarh (Punjab). Semakin ke utara, udara semakin
dingin. Saya pikir, bus tidak akan sering-sering berhenti, tak tahunya malam
itu bus berhenti berkali-kali, untuk minum cay
(teh susu khas India), driver shift,
dan kebutuhan kamar mandi. Pukul dua pagi, bus mulai melewati medan
berkelok-kelok, entah di daerah mana. Saya hanya menebak-nebak, bus mungkin
sudah masuk provinsi Himachal Pradesh. Di luar sangat gelap dan lampu di dalam
bus dimatikan. Saya memilih membungkus kaki saya ke dalam sepatu dan menyimpan
tangan saya ke dalam saku jaket, hawa dingin semakin terasa, dan saya mulai
mengantuk. Matahari belum terlihat saat saya terbangun pukul lima pagi, tanggal
27 Februari 2011. Kondektur bilang, bus akan sampai Manali pukul dua belas
siang. Saya menghela napas, membayangkan harus tetap di dalam bus ini sampai
tengah hari nanti. Pagi hari bus kami berhenti di Mandi. Perut saya sudah
keroncongan, namun kami sepakat untuk tidak makan dulu sebelum sampai Manali,
demi menghemat pengeluaran. Kami sudah mulai melihat puncak-puncak gunung yang
diselimuti salju setelah meninggalkan Mandi. Bus kami sekali lagi berhenti di
Kulu, dan itu menjadi pemberhentian terakhir sebelum mencapai Manali. Saya
sudah tidak sabar, ingin cepat sampai dan makan karena kelaparan berat.
Perjalanan semakin menyenangkan karena pemandangan tebing dan Pegunungan
Himalaya sangat eksotis. Sepanjang jalan kami melihat sungai berbatu dan
pohon-pohon yang masih meranggas karena musim dingin. Satu jam sebelum mencapai
Manali, kami melewati terowongan gelap dan panjang yang diterangi lampu-lampu
kuning di kiri-kanannya. Akhirnya pukul 12.30 waktu setempat, kami sampai di
Manali.
Setelah mengisi perut,
kami segera mencari penginapan. Kami hanya ingin menyewa satu kamar untuk lima
orang. Beberapa orang menawarkan harga kamar yang cukup miring, namun kami belum mau menyerah, kami ingin mencari harga
kamar paling murah yang bisa kami sewa. Akhirnya berkat kesabaran salah satu
teman mencari informasi, kami mendapat satu kamar dengan harga sewa setara Rp
28.000,00 per orang untuk empat hari sewa. Kami tidur berdesak-desakan di
tempat tidur double bad dengan
sembilan selimut yang diberikan pemilik penginapan. Malam itu kami tutup dengan
makan malam mie instan setelah gagal menemukan restoran yang buka di malam hari
di sekitar tempat kami menginap.
Pagi hari tanggal 28
Februari 2011, langit berawan dan cuaca tidak sedingin yang saya bayangkan.
Pemilik penginapan mengatakan, semakin berawan langit, udara justru semakin hangat;
dan sebaliknya, ketika langit cerah, udara menjadi sangat dingin. Kami menyewa
mobil untuk mencapai play ground di
Solang Valley. Dengan menyewa mobil
seharga Rs 600,00, saya dan teman-teman dapat mencapai lembah yang berjarak dua
kilometer dari penginapan. Setelah menyewa sepatu boots dan baju seharga Rs
150,00 kami siap beraksi di atas salju. Wahana permainan yang tersedia sangat
banyak, sebagaimana daerah wisata bersalju kebanyakan. Saya sangat tertarik
mencoba paragliding. Dengan membayar
Rs 500,00 , saya berkesempatan untuk terbang kurang dari lima menit di atas
lembah. Perjalanan mendaki ke start spot sangat melelahkan. Saya yang tidak
terbiasa mendaki harus berhenti berkali-kali sebelum akhirnya sampai. Berbeda
sekali dengan pilot yang membawa saya terbang. Dengan membawa parasut di
punggungnya, dia mendaki sambil berlari dan bilang “Joldi chalo!” kepada saya,
yang artinya menyuruh saya berjalan lebih cepat. Wajar saja, saya bisa
membayangkan dia belasan kali naik turun bukit sebagai konsekuensi
pekerjaannya. Meskipun hanya beberapa saat, pengalaman paragliding di Solang Valley sangat
menyenangkan. Saya tidak ingin mencoba wahana lainnya karena uang saya semakin
menipis. Berikutnya, saya menghabiskan waktu bersama teman-teman senasib saya
membuat boneka salju yang saya dandani mirip rapper, berguling-guling di atas salju, dan mengabadikan
momen-momen di Solang Valley bersama
teman-teman hebat saya.
Kami memutuskan naik
bus kelas bisnis menuju Delhi. Sedikit mangkel
ternyata harga tiketnya cuma beda Rs 50,00 dari harga bus kambing. Saya
senang karena bisa tidur dengan nyaman, dengan seat yang lebih empuk dan suara mesin yang tidak menderu-deru
dengan keras. Tidak disangka, kami berlima malah mabuk perjalanan. Saya bahkan
harus minum obat masuk angin dua kali. Perut rasanya diaduk-aduk dan kepala
pusing luar biasa. Sopir bus mengendarai busnya dengan ugal-ugalan di jalan
berkelok-kelok Manali menjuju Chandigarh. Saya kemudian berpikir, memang lebih
baik naik bus jelek yang jalannya mau tidak mau harus pelan-pelan, daripada
naik bus yang mesinnya lebih bagus, tapi bikin sopir khilaf mengendarainya dengan keut-kebutan. Hasilnya, perjalanan
Manali-Delhi dapat kami tempuh dalam waktu 13 jam. Dua jam lebih singkat dari
waktu keberangkatan kami menuju Manali.
Overall,
saya
benar-benar merasakan pengalaman hebat karena berhasil menjelajah provinsi di
wilayah utara India dengan harga sangat murah. Semoga cerita nekad saya dan
teman-teman dapat menginspirasi pembaca rubrik for her untuk menjelajah tempat-tempat eksotis suatu hari nanti.
Dan terima kasih untuk pelajar-pelajar Indonesia di Delhi yang telah
merekomendasikan Manali untuk petualangan saya yang sangat singkat di India.
PS:
Rs 1,00 = Rp 225,00
Diterbitkan di Jawa
Pos, Kamis, 5 Mei 2011
bagus yah tempatnya keren
BalasHapusElever Media Indonesia