Sabtu, 29 Maret 2014

Kalau duniamu yang sekarang berhenti menawarkanmu kebahagiaan, mana mungkin kamu tidak pergi, eh?
Ibaratnya kamu diijinkan tinggal di dalam rumah setelah bertahun menggelandang di jalanan. Namun di dalam rumah itu kamu disiksa, tidak dipedulikan, diperas tenaganya... Siapa yang mau hidup begitu?

Siapapun yang masuk ke rumah itu, pasti membawa segudang mimpi dan harapan untuk mengubah hidupnya menjadi lebih baik. Lihatlah pilar-pilar itu kokoh berdiri dengan angkuhnya. Menawarkan perlindungan dan diwaktu yang sama mengancam siapapun yang tidak bernaung di bawahnya. Siapa yang tidak gemetar mendengar nama besarnya. Seluruh negara tahu siapa dia.

Kami pun begitu, dengan polosnya menerobos masuk. Bangga menyaksikan keadaan luar dari balik jendela sambil berkata, "Saya sudah aman sekarang."
Dijamu dengan jaminan keamanan dan janji kesejahteraan di sana sini, kami mengabdi dengan tulus. Hanya untuk membuat kami tetap diterima dengan ramah di ruang-ruangnya.

Dan tahukah kamu keramah-tamahan adalah bentuk kebohongan terbesar. Ketulusan adalah wujud keramahan yang sesungguhnya. Maka jangan pernah percaya pada mulut manis yang menawarkan dunia bertabur bintang. Jika sungguh bintang yang cahayanya indah di atas kepalamu itu terjun ke bumi, wujudnya akan menjadi mengerikan, dan, meluluhlantakan tanah tempatmu berpijak. Apa yang kamu yakini sebagai cahaya sebenarnya adalah batu yang setara luasnya dengan satu kecamatan di Surabaya.

Nilai keyakinan tidak pernah hakiki. Yang kita yakini benar tadi pagi, bisa menjadi salah beberapa saat nanti. Begitu juga sebaliknya. Seperti halnya sekarang, aku sudah tidak lagi mempercayakan keamanan diriku kepada rumah itu. Aku pamit ya...


0 komentar:

Posting Komentar