Langit kota sudah mulai gelap. Saya sedang berkendara pulang. Pekerjaan hari ini begitu - begitu saja. Saya melamun saat berhenti di lampu merah. Kebiasaan saya saat di jalan adalah membayangkan hal - hal yang mengerikan, misalnya jika kecelakaan terjadi antara mobil di depan saya dengan motor di sebelahnya, atau mungkin dengan saya sendiri. Mungkin karena terlalu sering melihat kecelakaan di depan mata. Jadilah membayangkan hal semacam itu lumrah. Tapi entah mengapa tiba - tiba saya sadar, bahwa membayangkan kematian itu mengerikan. Bayangkan jika seseorang meninggal dunia, artinya kita sampai kapanpun tidak bisa berbicara dua arah lagi dengannya, dan buat saya itu mengerikan (beberapa orang mengatakan kita tetap bisa berkomunikasi dengan mereka, sayangnya saya belum tahu bagaimana caranya). Bayangkan jika hanya bisa melukis bayangan mereka dalam pikiran, apa yang lebih indah selain bisa melihat wujudnya. Iya bukan?
Dan lamunan saya, mungkin adalah pertanda.
Saya sudah terbiasa mendengar kabar kematian orang - orang di sekeliling saya. Namun kali ini, beda. Karena tiba - tiba saja, saya tidak akan pernah berbicara lagi dengan salah satu orang baik yang pernah saya kenal. Dani.
Nur Hamdani Hasan. Meninggal tanggal 3 Maret 2014. Sekarang dia mewujud sebagai kenangan. Saya masih bisa mengenang riang dan ramahnya. Gelak tawanya yang menggelegar. Gaya rambutnya yang dikuncir kecil ke belakang, sedangkan bagian bawahnya dicukur tipis, mirip gaya rambut samurai.
Pacar saya memanggilnya satpam. Apa lagi kalau bukan karena body nya yang tinggi besar dan tampang sangarnya. Dia adalah figur mahasiswa yang aktif berorganisasi. Di AIESEC, entah berapa kali dia mengambil posisi kepanitiaan, sudah tidak terhitung. Dia bahkan mau membantu sebisanya meskipun itu bukan acara timnya. Di kampus, dia pernah menduduki posisi di BEM. Dia pernah mencalonkan diri sebagai kahima, yang kemudian gagal. Namun, langkahnya tidak pernah surut. Dani adalah Dani si ceria, si lucu, dan si pengkritik pedas terhadap semua hal yang tidak sebagaimana mestinya.
Tentu tidak ada yang menyangka, kepulangannya ke Bulukumba kali ini adalah untuk yang terakhir. Dia tidak pernah kembali. Tidak akan pernah. Jasadnya mengapung di kolam siang itu. Di sana, dia sedang bekerja memperbaiki kolam ikan miliknya. Dia akan memindahkan pompa air merk National - nya ke tempat lain, karena dirasa telah 19 tahun 'bekerja keras'. Aliran listrik pompa air itu yang membuatnya meninggalkan kami semua.
Besok, 30 hari sudah dia pergi.
Dani, akan ada saatnya kita berjumpa lagi. Berbahagialah di sana. Tetaplah bertingka polah luar biasa seperti di sini. Berteriaklah yang lantang jika memang ada yang keliru, sama seperti saat kamu di sini.
See u soon, Dani...
We all love you, and always will be...
0 komentar:
Posting Komentar