Jumat, 16 Mei 2014

Bangkok is on…
And again, with my beloved bestie as great as sibling, Tikaaaaaa...

Sore di hari Minggu diisi dengan acara berlarian di lantai dua Terminal 2 Juanda bersamanya. Last call, untuk flight Air Asia tujuan Bangkok. Jarak antara duty free ke gate-nya bikin mati kalau sudah last call. Suara ribut kaki – kaki kami mengisi lorong menurun menuju landasan udara. Kami diminta menunggu, Red Carpet Car – nya Air Asia datang menjemput, membawa kami ke pesawat. Kopor Tika ditarik ke bagasi demi mempercepat proses kami naik ke pesawat, tanpa biaya. Ini loh berkahnya jadi last passanger.

Empat jam kemudian, kelap – kelip Kota Bangkok menyambut dengan ramah. Waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam. Hi again Don Mueang Airport, Sawasdee Bangkok. Saya datang lagi dengan paspor baru. Paspor yang lama kandas di sini. And now, no more. Gonna keep the new one no matter what.

Thank God for having them in my life

Taxi melaju membawa kami ke Silom meninggalkan airport yang bagi saya penuh sejarah. Silom, pusat di mana tangan para cowok saling bertaut dalam genggaman pasangan dengan mesra. Lapak – lapak berjajar disepanjang trotoar. Mulai jual lampu hias, pakaian, sabun, film porno, bahkan sex toys. Massage shop, ping pong show, karaoke, dan café berderet berdampingan dengan lapak – lapak kaki lima. Di salah satu café di sana, sosok sahabat saya berlari mendekat dan menghujani kami dengan pelukan. Fandi. Bagaimana mendeskripsikan dia… Salah satu orang terbaik dalam hidup saya. Salah satu yang membuat saya tidak pernah putus bersyukur pada Tuhan karena telah membawanya dalam hidup saya. Alasan utama mengunjungi Bangkok kali ini adalah untuk sweet escape bersamanya ke bagian lain di negara ini. Sisanya adalah belanja menghancur - leburkan tabungan. Semoga tidak menyesal setelah kembali ke Surabaya nanti.

Takdir kami malam ini adalah bertemu penjual bakar – bakaran khas Thai yang menghentikan gerobaknya tepat di depan café. Cumi, ayam, baso, daging, kerang, dan apa saja bisa dipilih seharga 10 Bath. Disiram saus rasa asam pedas dan lalapan. Dialah penolong bagi perut yang jejeritan minta makan.  



Starving face waiting for the scallop to be grilled

Malam ini malamnya Silom. Semacam ritual yang terulang, kami mengunjungi DJ Station. Sebutlah itu gay bar. Gadis – gadis, inilah tempat teraman untuk menghabiskan malam bersama teman – teman. Tempat ratusan cowok berkumpul tanpa ada nafsu untuk nyolek bahkan melecehkanmu. Bar ini letaknya di sebuah gang bersebelahan dengan gay bar lainnya. Di depannya ada penjual nasi ayam Hainan 150 Bath sepiring. Yummy...


Thanks Tika for the capture

Saya masih ingat pertama kali ke Bangkok, melihat dua cowok berciuman dengan luekoh-nya. Ekspresi saya seperti anak kecil yang baru pertama kali melihat pesawat terbang. Culture shock yang sejalan dengan waktu bisa dimengerti dengan cara tidak perlu ambil pusing memikirkannya. DJ Station memiliki pertunjukan, semacam cabaret show yang dibintangi oleh penari – penari waria yang membawakan lagu secara lip-synch diselingi komedi yang membangkitkan suasana ger-ger-an jauh dari kesan seronok apalagi kampungan. Pertunjukannya kurang dari satu jam ditutup dengan tepuk tangan dari ratusan pengunjung. [1]

Short show but full of attraction



0 komentar:

Posting Komentar