Sabtu, 23 Maret 2013


Februari adalah bulan perjalanan ke Thailand di 2013 agenda. Gembira ria akhirnya bisa kembali masuk ke international departure – nya bandara setelah 2 tahun terbelit target wisuda di tahun ke-4 kuliah. Semua sudah dipersiapkan: tabungan selama 2 bulan yang pada akhirnya tidak cukup (mengapa tidak cukup akan dijelaskan di bagian berikutnya), airport tax yang naik menjadi Rp 150.000,00, kamera pinjaman yang tidak ada chargernya sehingga tidak pernah berguna selama di sana.



Penerbangan ke Bangkok dijadwalkan pukul 15.00 WIB setelah dijadwal ulang oleh maskapai AirAsia. Semua prosedur lancar. Penerbangan Surabaya-Bangkok ditempuh dalam waktu 4 jam, padahal awalnya saya pikir hanya 2 jam. Lalu saya lupa bahwa saya terbang dari Surabaya, bukan Jakarta. Keparatnya, perut kelaparan di atas pesawat padahal uang rupiah hanya sisa 15 ribu. Akhirnya hanya bisa beli air mineral kemasan paling kecil seharga 10 ribu. Kapitalisme wajar di atas pesawat, kan? 

Saya duduk bersebelahan dengan seorang wanita asal Probolinggo yang dengan aksen Maduranya yang kental bercerita bahwa dia harus balik ke Probolinggo di tengah perjalanan ke Juanda, Surabaya karena ketinggalan paspor. Saya iba, tapi di dalam hati saya mengutuki perbuatan bodohnya meninggalkan paspor di rumah, padahal sudah jelas-jelas mau ke luar negeri. Nantinya, saya yang dikutuk balik oleh alam semesta.

Pemeriksaan di imigrasi Don-Muang Airport Thailand berjalan lancar. Setelah turun dari eskalator, saya berlari ke toilet, menaruh koper, jaket, dan paspor sembarangan dan menyelesaikan 'urusan’ dengan cepat. Berikutnya, saya membeli kartu telepon di sebuah konter di dekat kantor polisi bandara. Konter sedang ramai saat itu, banyak yang mau beli kartu telepon, dan yang ramai-ramai gerudukan itu adalah orang Indonesia. Saya melanjutkan perjalanan dengan naik shuttle bus menuju stasiun Bangkok Train Station (BTS) Mochit setelahnya, cuma 17 THB dengan bus bersih bebas sampah dan asap rokok. Belakangan saya baru tahu kalau di Thailand tidak boleh makan di dalam bus, apa lagi rokokan. 2.000 THB dendanya.

Teman saya selama di Bangkok, Tika; sudah sampai Bangkok 2 hari sebelumnya. Dia dan Fandi, teman saya yang kerja di AIESEC Thailand (yang bersedia berbagi hunian cuma-cuma selama di Bangkok) sudah menunggu di Siam. Segalanya masih lancar. Kami akan pergi ke gay bar malam itu, itu usulan Fandi by the way. Untuk masuk ke bar, harus ada ID card atau paspor. Oke, setelah siap-siap, saya mencari paspor saya di dalam tas. Dan…. 
Saya tidak menemukan buku ijo itu di manapun. Koper dibongkar, ransel diobrak-abrik, dan tidak ada kabar baik dari usaha itu. Pikiran saya terbang ke Don-Muang Airport, saya yakin paspor itu tertinggal (mungkin) di toilet atau di konter kartu telepon. Saat itu, sejujurnya saya tidak panik. Pikiran positif sangat menolong saya untuk tenang, saya yakin ada seseorang yang menemukannya dan mengembalikannya ke pusat informasi. Sehingga malam itu, kami tetap pergi ke gay bar, saya tidak ingin melewatkan Cabaret Show di sana.

Paginya, kami pergi ke Don-Muang Airport. Kami menuju pusat informasi dan saya menanyakan keberadaan paspor saya. Mereka bilang mereka tidak mendapat laporan apapun soal paspor. Mulai saat itu pikiran saya keruh. Saya kembali mengunjungi counter tempat saya membeli kartu telepon, dan mereka bilang tidak ada paspor tertinggal. Pelayan di counter itu menangkap mimik sedih di muka saya, dia mengantar saya ke kantor polisi untuk membuat laporan kehilangan. Polisi yang bertugas saat itu ramah, tipikal orang Thailand kebanyakan. Dia membuatkan surat kehilangan berbahasa Thailand, memberikan alamat KBRI untuk mengurus paspor baru, dan alamat kantor imigrasi untuk meminta stempel arrival dan surat departure. Sejak hari itu agenda perjalanan saya tambah 1, mengunjungi KBRI.

Keesokan harinya, kami pergi ke KBRI. Seorang petugas menjelaskan kepada saya mengenai prosedur mengurus paspor hilang. Saya tidak bisa mendapat paspor baru, saya hanya akan mendapat Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) yang berlaku hanya untuk satu kali perjalanan masuk ke Indonesia. Biaya yang harus saya bayarkan adalah: 1.750 THB atau Rp 603.750,000 (kurs 1 THB = Rp 345,00). Perasaan saya saat itu adalah miskin. Saya merasa dimiskinkan dengan biaya sebesar itu. Maksud perjalanan hemat saya berantakan. Saya tidak mendapat penjelasan lebih lanjut, karena saya tidak ingin mendengarkan apa-apa lagi. Pikiran saya adalah segera mengurus SPLP dan hidup saya tenang. FYI, berikut dokumen yang harus dipersiapkan untuk mengurus SPLP: scan/copy Kartu Keluarga, scan/copy Akta Kelahiran atau Ijazah, scan/copy paspor lama (jika punya), foto 4x6, surat keterangan hilang dari polisi. Saya sudah bilang kan tadi, alam mengutuk saya. Jangan asal bicara soal keadaan orang ya, itu hikmah dari semua ini.
Saya menghubungi Andi, seorang teman saya yang juga traveler untuk mendiskusikan harga SPLP tersebut. 

Dia bilang, di web disebutkan harga SPLP adalah 150 THB sedangkan paspor baru 1.600 THB. Asumsi baik kami adalah saya akan mendapat SPLP dan paspor atau apapun itu yang seharga 1.600 THB.
Keesokan harinya, saya kembali ke KBRI. Saya menyerahkan semua dokumen dan petugas berjanji SPLP saya (yang sampai saat itu saya tidak tahu seperti apa bentuknya) akan jadi besok siang. Saya pergi ke kasir untuk membayar 1.750 THB, kasir menjelaskan bahwa harga SPLP memang 150 THB, “tapi mbak kena denda karena kelalaian menghilangkan dokumen negara, itu biaya sisanya.” Jadi, 1.600 THB itu bukanlah paspor atau apapun yang saya bayangkan sebelumnya, itu adalah denda sodara-sodara. Saya benar-benar miskin dalam arti sesungguhnya setelah meninggalkan kasir. Sejak hari itu, kemanapun pergi, kami berusaha buat jalan kaki, mengurangi perjalanan dengan taksi dan BTS, makan 2x sehari itupun di pinggiran jalan, dan bahkan harus ngutang ke pacar karena kehabisan uang.

SPLP jadi keesokan harinya. Rupanya SPLP adalah buku seukuran paspor dengan sampul hijau muda menyala dan hanya terdiri dari beberapa lembar, di dalamnya terdapat keterangan tentang fungsi surat tersebut. Tika ngeyel untuk pergi ke kantor imigrasi hari itu juga karena kami tidak akan punya kesempatan jalan-jalan kemana-mana jika tidak pergi hari itu. Perjalanan dari KBRI ke kantor imigrasi cukup jauh. Kami harus naik BTS dari Ratchadevi ke Mochit lalu naik taksi. I was amazed. Kantor yang dimaksud ternyata adalah kantor pemerintahan terpusat yang di dalam gedung besar tersebut ada kantor-kantor pemerintahan Bangkok, menjadi satu di dalam satu atap. Kantor akan tutup pukul 16.30, dan kami sampai di sana pukul 16.15. 


Petugas front office menyuruh kami untuk cepat-cepat. Padahal kami tidak tahu apa saja yang harus saya serahkan. Salah satu petugas mengambil SPLP saya dan mem-foto copy-nya. Saya mengambil nomor antrian (sudah jelas tidaka ada yang mengantri saat itu). Saya mendatangi petugas yang seat-nya tertera di nomor antrian. Wajahnya sangar dan tampak tidak senang saya datang.

“Why you come late?” bentaknya tanpa melihat saya.
“I just got this from my embassy”
”Why no come tomorrow, it is almost 16.30!” ternyata sama saja (if you know what I mean).
Si bapak petugas menggerutu sepanjang menyelesaikan urusan saya. Dia kesal saya tidak mempersiapkan foto copy yang harus saya bawa. Tapi saya tidak menyesal karena saya tidak tahu, dan saya bersemangat meski muka si bapak sumpek setengah mati, karena kepulangan saya akan bebas masalah setelah ini. Semuanya beres dalam waktu 10 menit. Si bapak bahkan tidak menjawab salam saya  ketika saya pulang.

Semua aman sampai di hari kepulangan. Dan sangat senang karena tanpa sengaja bertemu lagi dengan polisi bandara yang membuatkan surat kehilangan saya.

Jadi, buat kalian yang akan bepergian ke luar negeri:
1.       Pertimbangkan kemungkinan terburuk dengan mempersiapkan: copy KK, copy Akta Lahir, copy Ijazah, copy paspor dan VISA, dan ekstra uang untuk jaga-jaga
2.       Gali informasi dengan detail mengenai transportasi, biaya transportasi, tempat wisata, bad case dan good case, dan informasi lain yang kalian perlukan. Bangkok bukan kota yang susah untuk yang baru pertama pergi ke Thailand. It was awesome to stay there along 5-7 days.
3.       Selalu catat alamat KBRI dan nomor teleponnya.

Insyaallah setelah ini akan ada posting tentang Bangkok trip saya, semoga bermanfaat.

0 komentar:

Posting Komentar