Minggu, 18 Oktober 2015

Perhatikan sekitar kita, Tuhan sering kali menyampaikan pesan implisit yang dititipkan entah kepada makhluk lain atau peristiwa.

Sebuah perayaan hari jadi berlangsung di Universitas Surya Tangerang. Saya hadir karena ditugasi meliput murid yang menerima beasiswa JPNN dari Pak Dahlan Iskan.

Saya kesana tanpa camera man. Seorang diri hanya ditemani sopir dan saya saat itu, sampai sekarang belum bisa multitasking sebagai VJ, mewawancara dan mengoperasikan kamera.

Disitulah pertama kali saya bertemu Ibu Siti Rahmi Utami. Seorang Dekan Fakultas Sosial dan Ekonomi. Saya tipe orang kagetan, yang gampang takjub dengan penampilan seseorang. Begitu juga saat bertemu ibu satu ini, awalnya saya memperhatikan kekurangan fisiknya. Berkursi roda. Kondisinya tidak memungkinkan semua hal ia kerjakan dengan mandiri.

Perspektif saya sirna seketika saat Ibu Tanti, seorang dosen komunikasi yang saya kenal di sana bercerita, disertasi yang dibuat mengantarkan Ibu Siti mendapat gelar best student saat bersekolah di Maastricht School of Management. Penghargaan diserahkan langsung oleh Queen Maxima.

"Saya takut salah omong dikira sombong, Mbak. Wawancara saya tadi tidak terkesan sombong kan?" begitulah. Kerendahan hatinya membuatnya hati - hati sekali bicara soal prestasi.

"Lulus doktor itu sulit sekali Mbak. Jadi saya tidak berharap best student waktu itu. Saya hanya berharap lulus doktor saja sudah cukup. Nggak perlu yang lain - lain."

Dorongan dari keluarga, membuat Ibu Siti semangat bersekolah. Beliau menyadari dengan pendidikan orang berkursi roda sepertinya akan lebih bermanfaat kepada orang banyak. Melalui ilmu dan penelitian.

Secara pribadi,  beliau menorehkan hikmah begitu mendalam. Bahwa apapun yang dipelajari harus dilakukan dengan sungguh - sungguh. Kekurangan fisik bukan hambatan. Pola pikir kita dalam melihat sesuatu lah, yang kerap menjadi dinding penghalang kita menuju akses pengetahuan baru.

Jumat, 16 Oktober 2015

"Mbak, kalau nanti tayang tolong jangan sebut dengan lengkap lokasi kami ya. Besok pasti ada orang buang anjing di depan shelter saya, hahaha...!"

Saya bercakap dengan dokter Susan melalui telepon sore itu. Keesokan harinya saya berkunjung ke rumah penampungan anjing milik beliau di Pejaten. Sesuai permohonannya, silakan cari sendiri alamatnya. Tanggung jawab saya adalah tidak menyebut di sini.

Betul. Dokter Susan. Bukan seorang dokter hewan. Beliau adalah kepala rumah sakit di Bandung. Rasa kasih kepada hewan yang ditelantarkan membuatnya mengumpulkan donasi bersama teman - teman yang lain. Mulanya, untuk membuat sebuah kandang untuk sepuluh ekor anjing. Sekarang, ada 500 ekor anjing yang dirawatnya.

Di antara anjing - anjing di Rumah Penampungan Hewan

"Semua anjing di sini pasti kisahnya kasihan Mbak. Nggak ada yang spesial, sama saja. Semua kasihan." Begitulah ketika saya minta beliau bercerita bagaimana anjing - anjing itu diangkut dari jalan.

Beberapa diselamatkan dari penjagalan. Yang lain, ditinggal begitu saja di jalanan. Tahu apa sebabnya?

Dokter Susan menyebut, sebab utama sudah jelas masalah ekonomi. Bisa jadi pemilik pindah ke rumah yang lebih kecil. Atau secara finansial mengalami penurunan. Sehingga tidak mampu untuk memberi makan peliharaannya.

Sebab lain. Hewan peliharaannya dibiarkan beranak - pinak, tanpa menyadari pegeluaran untuk merawat semakin tinggi.

Pitbull

Ledakan populasi anjing dan kucing, menurut dokter Susan terjadi karena pembiakan untuk kebutuhan pasar, dan ketidakpahaman pemilik hewan tentang pentingnya sterilisasi. Coba bayangkan, jika kucing atau anjing milik anda beranak dengan jumlah yang membuat kewalahan majikannya, tentu tindakan selanjutnya adalah menawarkan kepada adopter agar mau membantu merawat beberapa anaknya bukan? Kalau tidak ketemu adopter? Buang dijalan.

Sedangkan breeder atau pembiak, biasanya menarget hewannya mampu berkembang biak setelah usia enam bulan. Jika tidak bisa beranak? Atau sudah tidak produktif? Hewan - hewan itu akan berakhir di jalan atau jagal lapo.

Dokter Susan berharap, edukasi kepada masyarakat tentang sterilisasi hewan bisa lebih ditingkatkan. Sterilisasi memang mahal, hanya saja itu adalah satu - satunya cara agar populasi hewan piaraan terkendali dan mereka bisa hidup lebih baik. Sedangkan harga yang mahal tadi, bisa disiasati dengan penggalangan dana oleh dokter hewan, rescuer, atau siapa saja agar bisa dilakukan sterilisasi masal bagi hewan rumahan.

Baik anjing dan kucing adalah hewan yang mengalami domestikasi. Tanpa  pertolongan manusia, mereka tidak akan bisa menghidupi dirinya sendiri. Mereka akan mengais atau meminta makan karena kemampuan berburu mereka telah dikerdilkan berabad lalu, untuk kepentingan manusia.

Mengasihi makhluk Tuhan lain adalah wujud sejati manusia sebagai penghuni di planet ini.

Belajar menyayangi dari mereka



Selasa, 13 Oktober 2015


Mati suri entah keberapa kali.

Aku pikir menjadi wartawan akan memeriku banyak ruang untuk terus menulis di blog. Sebelumnya aku berbangga hati bisa ajeg menulis setiap bulan. Tapi ternyata tidak! Setiap hari turun ke lapangan membuat prioritas bergeser jauh.

Hari ini, aku mendapat spirit supply dari salah satu produser. "Kamu kalau suka menulis harus dijaga. Biar tetap berkembang dan nggak lupa rasanya."

Aku harap, aku akan lebih beruntung untuk tidak melupakan rasa yang pernah ada... :D

Aku juga ingin ucapkan Selamat Tahun Baru Islam bagi saudara muslimin muslimat di manapun berada. Semoga kita menjadi umat yang lebih baik. Bertuhan tanpa mengafirkan yang lain. Berbuat baik tanpa memburukkan yang lain. Mengasihi dan tidak memusuhi. Jangan lupa rasanya... mencintai agama dengan rendah hati.