Jumat, 18 April 2014

Tujuan ini hanya untuk berbagi yaa… Dari perspektif aku sebagai penggemar GoT.

Mengapa aku begitu tergila – gila dengan GoT? Paling mendasari ketertarikanku adalah aku suka kisah peperangan, konspirasi, perebutan tahta, dan hal - hal yang sifatnya gain power. Perilaku seseorang dalam berpolitik untuk berkuasa atas yang lain menjadi menarik karena mereka bisa sampai pada level nggak masuk akal dalam perjuangannya. Semua halal dalam berpolitik. Menipu, membunuh, meracun, mengkhianati, dan sebagainya yang kotor - kotor berdampingan dengan yang bersih seperti diplomasi, kerjasama, perjanjian, dan sebagainya. Keduanya tidak akan berpisah. Tidak ada yang murni dalam gain power.

Sesungguhnya ini bukan yang pertama aku tertarik sama buku yang kemudian diangkat menjadi film atau whatsoever.
Dulu aku pernah tergila – gila dengan Harry Potter. Karena masih SD dan duit jajan cekak, plus nggak bakal diijinkan beli buku yang harganya lumayan nempeleng saat itu sama Ibuk, akhirnya aku cuma bisa minjem temen. Aku termasuk yang setia membaca hingga bukunya yang terakhir. Lebih happy lagi pas filmnya mulai release.

Kebalikan dari Harry Potter, di GoT aku mengikuti serialnya dulu dan sampai sekarang belum pernah beli bukunya. Hahaha… Tapi aku punya alasan buat ga hunting bukunya dulu.
Pertama, plot GoT yang kompleks dan nggak mudah ditebak bikin aku ngerasa eman alias sayang lah kalau udah baca duluan di buku. Jadi aku menikmati terjebak dalam setiap dugaan dan menerima kejutan – kejutan yang menggugurkan tebakanku terhadap suatu plot. Sudah nggak keitung sih berapa kali aku kecewa karena harapanku nggak sejalan dengan pikiran George RR. Martin.

Kedua, aku gampang puas dengan sesuatu yang aku nilai sudah cukup keren dan definitif. Misalnya latarnya: di tempat bersalju, hutan, kastilnya, de el el. Agak khawatir kalau nanti aku baca bukunya, dan pendefinisian  lebih oke dari scene-nya, aku bakal kecewa. Di Harry Potter, aku puas dengan semua setting, plot, dan penggambaran karakternya. Nah, pas di buku ke – 5, filmnya rada – rada syampahhh… Bagiku kurang menjawab persepsiku seperti yang diulas di bukunya.

Balik lagi tentang kisah di GoT. Aku kasih jempol empat buat pengarangnya yang telah dengan tekun mengatur plot dan menentukan karakter tokoh yang bermain di setiap kejadian. Sifat – sifat yang kompleks yang dimiliki hampir semua tokoh. Mr. Martin ingin menyampaikan bahwa di setiap tubuh manusia terdapat sifat baik dan buruk. Sifat baik yang mendominasi sifat buruk. Maupun sifat buruk yang muncul karena tujuan yang baik. Jadi di situ nggak ada tokoh yang baiiiiik banget, Kalau jahat banget sih ada. Masing – masing karakter digambarkan dengan sifat manusiawi yang dimiliki seseorang, yaitu baik dan buruk.

Lalu soal siapa tokoh utama dalam GoT. Aku jawab, tidak ada. Semua tokoh memiliki peran sentral di plot masing – masing. Sampai sekarang belum jelas GoT telah sedang akan mengarah kepada siapa. Setiap tokoh berkisah tentang perjalanan masing – masing, ambisi masing – masing, dan belum jelas siapa yang paling mungkin menduduki iron throne.

Dan siapakah tokoh favoritku? Pada mulanya tentu yang paling diekspos di season 1: Ned Stark, Lord of Winterfell. Lalu, dia dipancung. Hancur banget rasanya dia mati secepat itu. Tapi kematian dia menandai naiknya konflik di Westeros. Kemudian aku jatuh hati pada Lady Stark. Ia pun berakhir dengan mengerikan. Pertama kalinya dalam hidup, nonton adegan kematian hingga badan gemetar. Lalu saking terguncangnya, lari ke toilet terus nangis, seolah – olah yang barusan aku tonton beneran terjadi di hidupku. Aku nggak bilang ini reaksi common ya. Tapi, karena dia tokoh favoritku, plot dia dihabisi emang mengerikan sih. Efeknya, aku nggak pernah berhasil mensugesti diriku bahwa Raid 2 itu sadis. Hahaha…Setelah itu aku trauma dan nggak mau mengagumi siapapun. Aku sudah terguncang dua kali, dan itu cukup bikin kapok. Suatu hari aku cari – cari reviewnya tentang kematian Lady Stark di Youtube. Ternyata banyak juga loh yang mendokumentasikan kegemparan nonton episode akhir season 3 itu.

Terlalu mudah menghabisi nyawa seseorang di GoT. Namun itu bikin aku jadi rileks sih nontonnya, plus lebih legowo dan woles menghadapi plot demi plot. Karena siapapun yang berkuasa bisa jatuh, siapapun yang jahat atau baik bisa mati. Balik lagi sih, namanya juga manusia. Setelah itu aku mencoba mencintai semua karakter. Sampai tulisan ini dibuat, aku mulai mengagumi Daenerys Targaryen yang sedang mencari – cari tipe kepemimpinan apa yang sesuai dengan dirinya sebelum dia berhasil menguasai King’s Landing suatu hari nanti. Dia belajar semua itu murni dari pengalaman dia selama berjuang mencari pengikut. Eh eh eh…

Last, ulasan ini ditulis dalam kondisi aku belum pernah baca bukunya. Means, aku tidak bermaksud spoiling karena yang aku ulas masih seputar 3 seasons yang sudah ditayangkan. Aku nggak bahas yang ke – 4 karena memang baru sampai episode 3.

Rencananya setelah season 4 selesai, aku baru beli bukunya. Telat ya… No problem.

0 komentar:

Posting Komentar